Road to Barito (Part I): Perjalanan Menuju Jembatan Barito
salah satu sudut pemandangan dari Jembatan Barito |
Hari sabtu tadi terik sekali. Saya kecapekan di rumah setelah selesai ngeservis hape saya yang rusak seminggu belakangan ini. Sebenarnya rusaknya hape saya tidak terlalu berpengaruh pada kehidupan saya, karena emang gak ada yang nelpon atau smsin saya. *nasib* *jadi poconggg*. Sesaat setelah saya selesai shalat zhuhur, tiba-tiba ada yang teriak:"Ivan.. Ivan..!!". Saya curiga mereka segerombolan fans Ivan Gunawan yang ingin demo karena kelangkaan solar. Ternyata mereka adalah trio timur jauh, Adit, Doni, dan Ence. Mereka ingin mengajak saya untuk jalan-jalan ke Jembatan Barito. Awalnya saya agak ragu karena saya biasanya jalan-jalan ke Jembatan Sydney atau ke Jembatan San Fransisco. Tapi demi kesetiakawanan, saya rela saja diajak jalan oleh mereka. Kemudian setelah mendapat restu ibu, berangkatlah saya. Keberangkatan saya sungguh mengharukan karena dilepas oleh dua adik saya, Jahe dan Ketumbar. Belakangan saya tahu mereka sangat senang saya pergi, sebab dengan begitu mereka bisa main laptop sepuasnya tanpa ada yang mengganggu.
Kira-kira tiga puluh menit kemudian kami sampai di Jembatan yang terkenal itu. Ohya, di tengah perjalanan menuju Jembatan Barito kami melihat dua rumah unik. Yah, nanti dibahas di postingan selanjutnya. Tujuan sebenarnya dari perjalanan ke Barito ini adalah mengunjungi Paman kentung, seorang penjual pentol kenamaan yang telah berjaya di dunia perpentolan selama bertahun-tahun. Beliau merupakan kenalan Ayah Doni. Selengkapnya juga akan dibahas di postingan berikut. Baiklah, karena di tengah penulisan ini ada yang merengek, terpaksa nama Ence saya samarkan menjadi Si Kacang Panjang Layu. Lanjut, sesampainya disana entah kenapa saya dan Adit pengen banget beol, mungkin gara-gara muka si Kacang Panjang Layu yang kayak kloset. Peace. Tapi, disana Jembatan Baritonya suka goyang-goyang! padahal gak ada yang nyetel lagu ajep-ajep! Belakangan saya baru tahu kalau Jembatan Barito ini Jembatan Gantung. Benarkah? Entahlah saya juga tidak tahu. Kemudian, kami menepi dan makan pentol paman kentung. dan benar saja, pentolnya sangat nikmat! Bolehlah diadu dengan pentol Roni di depan smasa. Saking nikmatnya, Doni ingin mempromosikan ini pentol ke Jawa. Niat banget, pikir saya. Setelah itu, kami berfoto-foto di sekitaran jembatan Barito. Ya, kami memang udik. Tapi sayang sekali Jembatan termegah di Kalimantan Selatan ini kelihatan tidak terawat, banyak sampah dan ada orang-orang yang sok nulis grafiti di tembok jembatan.
Kami pulang. Gak sedih sih tapi disini cukup memberi kenangan bagi kami. Dalam perjalanan pulang, kami melihat suatu pemandangan yang aneh. Yaitu sepeda motor harley yeng bisa mengeluarkan Lagu-lagu dangdut! Foto menyusul! Menurut saya ini cukup berbahaya karena bisa saja ada yang kecelakaan akibat orang-orang pada joget di tengah jalan. Sebenarnya kami ingin melanjutkan perjalanan ini ke Gramedia, tapi kelelahan mendera kami, sehingga kami memutuskan untuk istirahat sejenak di rumah saya. Sesampainya di rumah saya kembali disambut Jahe dan Ketumbar, yang entah kenapa bermuka cemberut. Eits, ini bukan postingan terakhir loh! masih ada beberapa bagian lagi yang perlu diceritakan kepada pembaca blog budiman. Sekian dulu, wassalam :)
Inillah motor fenomenal itu, tapi rasanya bukan harley :D |
Komentar
Posting Komentar