Tiba


Umar Bin Khattab pernah bilang (kalau ndak salah) bahwasanya waktu adalah pedang. Orang barat bilang kalau waktu adalah uang. Apakah orang barat salah? Saya tidak tahu. Sapardi Djoko Darmono pernah membuat puisi “Waktu itu fana, kita yang abadi”. Tapi Sapardi bukanlah Wiji Tukul. Bukan pula Amir Hamzah. Apakah Sapardi salah? Saya tidak tahu.

Silampukau dalam lagunya yang berjudul Lagu Rantau (sambat omah) berujar “Waktu memang jahanam, kota kelewat kejam, dan pekerjaan, menyita harapan”. Apakah duo dari Surabaya ini salah? Saya tidak tahu.  Gerald Situmorang Trio juga penah membuat lagu yang nggak ada liriknya, judulnya “Time is Answer”. Apakah Gerald Situmorang salah? Saya tidak tahu.

“Memori, yang kau hapuskan akan berlari, saranku kau berhenti menyiksa diri, waktu yang akan mengobatimu, yang kau perlu kau mendewaskaan itu” Api dan Lentera (Barasuara). “Gelap adalah teman setia dari waktu-waktu yang hilang” Sebelah Mata (Efek Rumah Kaca). Saya juga tidak tahu apakah Iga Massardi dan Cholil Mahmud salah.

 “Life is short, spent it with the right people, for those who do not want you in their lives, the answer is no” kata Tirta Prayuda. Apakah Romeogadungan ini salah? Saya tidak tahu. Puthut EA pernah membuat buku yang menohok, judulnya “Cinta Tak Pernah Tepat Waktu”. Apakah Puthut EA salah? Saya tidak pernah benar-benar tahu.

Namun yang saya tahu, tiba-tiba saja saya merasa tidak nyaman. Dengan Aoyama. Dengan KIVA. Dengan Fadhil Anshari. Dengan Arai. Dengan Amplang. Dengan Zakiah Nurmala. Dengan Roronoa Zoro.  Dengan Khalid Wahyudi. Dengan lagunya Dewa. Kunto Aji masih nyaman sih. Dengan sarung tangan. Dengan Ebon. Dengan Twitter (pertama kali dalam sebelas tahun). Dengan Yoga dan Jordy (ketuker mulu).

Saya tahu, tulisan ini tak akan mengubah apapun. Saya tahu sekali.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wawancara dengan Alfa Maqih

Pindah