Jember Dulu, Banyuwangi Kemudian

Setelah tarik ulur, rapat ngalor ngidul, liburan asrama tahun ini kembali diadakan. Hari Jumat tanggal 16 Februari 2018 pukul dua subuh kami berangkat menuju Banyuwangi dari kota Pahlawan. Liburan asrama (Hasanuddin HM) kali ini sama dengan liburan dua tahun lalu: Banyuwangi. hanya saja pada tahun 2016 tujuannya adalah Labuan Menjangan, sedangkan kali ini destinasi kami adalah Blue Bay alias Teluk Banyubiru. Rombongan berjumlah sepuluh orang dengan dua mobil sewaan. Satu mobil denganku adalah Bagas, Dono, Indra dan Ziyad sebagai supir. Sisanya ikut mobil lainnya tapi karena tidak relevan tidak perlu diperkenalkan. Bismillah kita mulai perjalanan kali ini.



Pertama kami memasuki tol Waru dengan cara tidak biasa yaitu sambil menghujat ketua asrama yaitu Indra "Bojes" yang memang salah satu dari lima orang anak asrama yang bully-able. Peristiwa terdahulu yang sempat membuat geger yaitu sesuatu yang sangat fatal dan saking tidak senonohnya tidak pantas diceritakan di blog yang budiman ini. Pesan moralnya yaitu jangan lupa keluar dari semua sosmed atau akun apapun ketika sudah memakai komputer asrama. Dian adalah pribadi terakhir yang merasakan hukuman sosial akibat lalai log out.

Keluar dari tol gempol kalau tidak salah, kami memasuki kota Pasuruan setelah sebelumnya melewati Bangil yang terkenal oleh masyarakat Banjar. Setelah beristirahat di Indomart dan mengisi logistik, kira-kira sedikit keluar dari kota Pasuruan Adzan Subuh berkumandang. Kami pun sebagai anak-anak yang kadang-kadang takut dosa tapi kebanyakan tidak, melaksanakan sholat subuh berjamaah di masjid kiri jalan. Kesempatan ini kugunakan baik-baik untuk melempar sauh alias buang air besar karena itu adalah sudah menjadi kebiasaan kebanyakan manusia.

Selanjutnya terjadi sebuah kejutan yaitu kemacetan yang cukup panjang. Aku dan Ziyad ditemani dengkur tiga orang berdiskusi sebenarnya apa yang terjadi sehingga macet seperti ini. Aku yakin sekali terjadi kecelakaan hingga bisa seperti ini. Tapi ternyata ada pasar subuh. Oh Well. Perjalanan dilanjutkan menuju Kota Jember. Ini pertama kalinya saya secara pribadi mengunjungi kota Jember. Kesan pertama, kota ini cukup ramai ditandai dengan adanya Pizza Hut dan tentunya ada mal. Sesaat menuju Jember, kami mengarahkan kendaraan roda empat menuju Universitas Negeri Jember untuk berburu perawan makanan. Perut kami cukup lapar dan dengan memakai logika mahasiswa kami menduga makanan disana murah-murah.


Puas makan (penyetan kalau ndak salah) kami menuju sudut kota Jember yang lain. Disana sudah menunggu seorang rekan dari mobil sebelah. Seorang rekan ini- sebut saja namanya Ucup memiliki kebun durian. Rencananya kami akan pesta durian. Para penikmat durian sungguh antusias mendengar rencana ini kecuali saya yang biasa-biasa saja sama durian. Setelah sampai kami disuguhi bubur kacang ijo dan tentunya durian dari berbagai macam jenis dan rasa. Kalau ada durian rasa vanilla mungkin saya tertarik. Oh selain makan durian kami juga ikut mandi dan buang air besar disini. Terima kasih rekan Ucup. Kami mandi karena hari itu hari Jumat dan sebagai anak-anak yang kadang-kadang takut dosa tapi kebanyakan tidak, kami pun berjamaah sholat Jumat di masjid. Sayangnya sang penceramah memakai bahasa yang kami tidak pahami yaitu bahasa madura sehingga intisari khotbah jumat tidak kami dapat.


Selesai beribadah, saya bersikeras untuk mencoba mencicipi sebuah kedai eskrim legendaris di kota Jember, Es Krim Domino. Sebagai penikmat eskrim zaman dulu, saya pernah mencoba Es Krim Ragusa (Jakarta), dan Zangrandi (Surabaya). Sungguh ironis saya yang pernah kuliah di Malang selama tiga tahun belum pernah ke Toko Oen untuk mencoba es krimnya. Alhamdulillah dalam perjalanan kali ini kami berhasil mencoba es krim yang sudah ada sejak enam dekade lalu itu. Rasanya benar-benar enak dengan harga yang sangat murah, berkisar tujuh ribu rupiah sampai puluhan ribu rupiah (kalau ndak salah). Selain eskrim, kedai ini juga menyedian snack seperti lumpia dan bakwan bahkan makanan berat macam nasi goreng. Hal yang mengejutkan terjadi ketika Ziyad membayar bill kami. Bukan harganya yang jadi mahal, tetapi ternyata penunggu kedai adalah orang banjar yang pernah tinggal di daerah Kuripan. Saya cukup heran setelah perjalanan jauh menuju Jember, malah ketemu orang banjar juga. Sungguh takdir itu memang lucu.




Sekian dulu berita dari Jember, semoga ada kekuatan untuk menyelesaikan bab "Banyuwangi".

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wawancara dengan Alfa Maqih

Pindah