Petuah Cinta Ala Pak Tua

Satu minggu yang lalu, saya meminjam sebuah novel karangan Tere Liye berjudul "Aku, Kau dan Sepucuk Angpau Merah". Novel kepunyaan Hadi Saputra (teman di asrama mahasiswa Kalimantan Selatan Mandastana) ini berlatar di Borneo atau pulau Kalimantan tepatnya di Pontianak. Ada beberapa karakter unik, contohnya Bang Togar, Koh Acong, Cik Tulani, Pak Tua dan tentunya sang tokoh utama yang berprofesi sebagai Tukang Sepit (Kapal motor berkapasitas kecil) berngaran Borno. Namun, dari sekian karakter diatas, selain Borno sang bujang berhati lurus, saya paling terkesan dengan tokoh Pak Tua. Nama asli beliau adalah Hidir. Di dalam novelnya, Pak Tua ini seringkali memberikan nasehat-nasehat, petuah-petuah bagi Borno. Bahkan ada dalam 1 bab membahas tentang cinta, tepatnya petuah cinta ala Pak Tua untuk Andi, sahabat karib dari Borno. Apa saja Petuah Cinta ala Pak Tua ini? Mari kita simak.




- Cinta adalah perbuatan, kau selalu bisa memberi tanpa sedikit pun rasa cinta, tapi kau tak bisa mencintai tanpa selalu memberi

- Cinta bukan kalimat gombal , cinta adalah komitmen tidak terbatas untuk saling mendukung, untuk selalu ada, baik suka maupun duka

- Cinta itu beda-beda tipis dengan musik yang indah. Cinta sejati akan membuatmu menari meskipun musiknya telah lama berhenti.

- Cinta sejati laksana sungai besar, mengalir terus ke hilir tidak pernah berhenti, semakin lama semakin besar sungainya, karena semakin banyak anak sungai perasaan yang bertemu.

- Cinta sejati adalah perjalanan, tak pernah memiliki ujung, tujuan apalagi sekedar muara.

Nasehat diatas untuk Andi sewaktu mendebat Pak Tua soal Cinta. Sebagai tambahan, ada juga ungkapan maupun kalimat Pak Tua untuk tokoh utama, Borno.

- "Ah. cinta selalu saja klise" ungkap Pak Tua ketika Borno di damprat Bapaknya Mei, sang pujaan hati.

-"Ah sakit perasaan memang kadang bisa membuat badan ikut sakit" kata Pak Tua kepada Borno ketika ia sakit (gara-gara memikirkan Mei)

-"Sepi di tengah keramaian, ramai di tengah kesepian" jawab Pak Tua ketika Borno yang sering bengong di tengah sepit dan lainnya.

-"Perasaan itu tidak sesederhana satu tambah satu saam dengan dua walaupun perasaan itu sejelas bintang di langit." - Ketika Borno curhat kepada Pak Tua mengenai Mei yang menghindarinya tanpa sebab yang jelas.

Kata-kata Pak Tua diatas, belum pernah aku temukan di novel manapun, mungkin gara-gara jarang membaca ya. Tetapi bagiku sendiri, kata-kata Pak Tua benar dan bermakna dalam. Terakhir, pesan Pak Tua untuk kawula di mana pun anda berada, yang sedang bermimpi, yang sedang putus asa ataupun yang lainnya:

"Masa muda adalah masa ketika kita bisa berlari secepat mungkin tanpa perlu khawatir jadi masalah"


Semangat ya.


Dinoyo, Malang sehari sebelum Natal 2014

Komentar

  1. Gak tau kenapa, dari sekian petuah-petuah diatas gak ada yang nyangkut, dan buat gue terkesan. Mungkin kita berbeda. Huh.

    BalasHapus
  2. Saya selalu menanti nasihat pak tua dalam novel yg lain. Andai ada sosok pak tua dalam hidup saya, pasti bahagialah saya..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wawancara dengan Alfa Maqih

Pindah

Pelajaran dari Ta Lo Xa Chung Cu