Tawuran Pelajar: Nakal Atau Kriminal?

diambil dari rmol.co

Kawan-kawan pernah lihat tawuran pelajar di Indonesia? Bila belum boleh lah search-search sebentar di YouTube. Disana cukup banyak video-video tentang tawuran pelajar di Indonesia, khususnya pelajar Jakarta. Namun disini saya tidak bermaksud menyudutkan pelajar Jakarta.

Bila dicermati, di hampir semua video tawuran tersebut tidak menggunakan tangan kosong. Berbeda dengan tawuran pelajar di Jepang (entah ini benar atau tidak) yang direpresantasikan dalam film Crows Zero, tawuran pelajar di Indonesia memanfaatkan berbagai macam alat. Alat itu berupa bambu panjang, gir, sampai samurai. Setidaknya, walaupun tetap tidak bisa dibenarkan seratus persen, Crows Zero mengajarkan untuk berkelahi tanpa menggunakan senjata, apalagi senjata tajam.




Setelah sedikit meneliti tawuran pelajar di Indonesia, rupanya hal ini sudah sedemikian parah dan turun temurun. Bahkan, beberapa sekolah memiliki jadwal tawuran mereka sendiri. Beberapa sekolah lain memiliki tradisi untuk tawuran di hari ulang tahun sekolah mereka. Mirisnya, terkadang tawuran disebabkan masalah sepele, atau bahkan tidak jelas. Tradisi, memang susah dihilangkan karena memang sudah membudaya.

Biasanya, doktrin tawuran ini dimulai ketika siswa baru masuk pada tahun pertama atau kelas 1 SMA. Senior mereka, kelas dua maupun tiga kemudian mulai "menempa" anak-anak baru tersebut untuk menjadi penerus tradisi tawuran. Bahkan, ada sekolah yang mengadakan "pelantikan" tersendiri untuk melanjutkan tawuran. "Pelantikan" ini berupa perayaan dalam bentuk menyerang sekolah-sekolah lain. 

Sekolah-sekolah dengan tradisi tawuran, seringkali memiliki nama gengnya masing-masing. Di salah satu sekolah, nama geng ini berbeda-beda tiap angkatan, malah ada yang beda per kelas. Selain itu, ada juga pembagian wilayah antar geng sekolah ini. Entah apa tujuan mereka tawuran ini. Apakah ini bentuk eksistensi masa kini? Perlu penelitian lebih lanjut.

Para pembela tawuran, berdalih jika tawuran hanyalah bagian dari kenakalan remaja. Tapi tunggu dulu. Apapun alasannya, sebenarnya tawuran tak dapat dibenarkan. Seringkali tawuran ini menyebabkan munculnya korban jiwa (yang melayang sia-sia). Ditambah dengan rusaknya fasilitas umum dan ketenangan warga. Dalam tawuran pelajar (di Indonesia) pelakunya membawa senjata tajam bukan tangan kosong, apalagi satu lawan satu. Mereka membacok orang, mereka menusuk orang. Nyawa melayang, gara-gara tawuran berdarah dan ini dianggap kenakalan? 

Maka tak heran bila kemudian "tradisi" tawuran ini berlanjut atau menular ke masyarakat, karena masyarakat itu sendiri adalah "alumni" dari pelajar penyuka tawuran (yang tetap memakai sajam). 

Salah satu stand-up comedian terkenal tanah air, yaitu juara SUCI 2 Ge Pamungkas pernah berujar bahwasanya jenis "battle" khas Indonesia adalah tawuran. "Empat kata buat lo yang suka tawuran: Cemen Abis Lo Kampret!" ujar Ge dalam penampilannya saat itu. Dan, apa yang dikatakan Ge adalah seratus persen benar. Tawuran di Indonesia adalah spesialis jarak jauh dan pakai senjata tajam.

Saya yakin, tak sedikit "alumni" tawuran yang menyadari apa yang dilakukannya dulu bukan lah sesuatu yang bijak. Masa muda, khususnya SMA, terlalu sayang untuk dipertaruhkan dalam tawuran. Lebih baik energi yang meluap-luap itu disalurkan melalui kegiatan-kegiatan yang positif, ekskul misalnya. 

Kemudian, peran keluarga, sekolah (pemerintah) dan juga aparat keamanan tentunya diperlukan dalam membasmi praktik-praktik tawuran semacam ini. Pendidikan adalah jantung dalam menghilangkan tradisi gila-gilaan ini (keluarga dan sekolah berperan besar disini). Polisi juga diharapkan mampu mencegah agar tawuran ini tak terjadi (atau setidaknya diminimalkan). 

Memang, cara pandang kita agak berbeda dengan cara pandang pelajar yang suka tawuran itu. Seribu alasan pasti ada untuk membentengi perilaku tawuiran itu. Kita sadar, bahwasanya tawuran pelajar ini susah sekali untuk dihilangkan. 

Namun setiap masalah pasti ada solusi. Dalam setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Saya percaya tawuran pelajar ini akan hilang pada suatu masa nanti. Setidaknya kesadaran mulai kita tanam dalam diri ini. 




Malang, sehari sebelum pilpres 2014


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wawancara dengan Alfa Maqih

Pindah