Seminggu Menjadi Lelaki Melankolis

     Mungkin gelar yang pantas disematkan kepadaku adalah seorang pecundang. Betapa tidak, Saya terlalu sering ditipu dunia. Mengikuti hawa nafsu memang tak ada habisnya. Namun, saya sadar, berputus asa dari Rahmat-Nya bukanlah ide yang bagus. Lagipula, hari baru telah tiba seiring harapan yang terus tumbuh untuk menjadi lebih baik. Di tengah gundah gelisah di malam yang sedikit gulita, saya mencoba untuk menulis sekedar melepas perasaan ganjil. Mungkin akan sedikit absurd tapi tidak apa-apa saya bukan penulis hebat kok. Bahkan mungkin sama sekali tidak pantas disebut penulis.
      Saya sudah kuliah sekitar 2,5 tahun. Itu artinya, setengah tahun lagi saya akan segera lulus dan diwisuda, amin!. Meski begitu, ada sedikit kegamangan di hati saya. Seminggu terakhir kuliah kemaren menyadarkan saya, kalau kebersamaan saya dan teman-teman kuliah tinggal sebentar lagi. Saya bukanlah orang yang begitu suka hal-hal yang melankolis seperti ini tapi saat itu saya benar-benar sedih. Saya selalu tidak begitu suka pada yang namanya perpisahan. Kemudian saya merenung, berpikir apa saja peristiwa-peristiwa selama 2.5 tahun saya menjadi mahasiswa. Dimulai semester pertama dulu.
      Kebetulan yang disengaja, saya tidak mengikuti ospek kampus karena ada keperluan lain yang lebih penting, sehingga saya tak memiliki kawan satu pun di kelas. Waktu itu hari pertama masuk perkuliahan. Pada akhirnya saya berkenalan dengan teman-teman yang lain. Butuh waktu 2 minggu untuk mengenal semuanya meski saya kesulitan mengingatnya terutama yang wanita. Saya ingat saya berkenalan dengan seorang kawan dari Indonesia timur.
     Dua minggu kuliah, hampir tak ada yang istimewa. Sampai saya berkenalan dengan teman yang bernama Rohman. Dia berasal dari Kepanjen (Selatan Malang). Saat berkenalan dengannya, dan mengaku berasal dari Selatan Borneo, dia sontak terkejut dan berkata::"Ini ada juga yang dari daerahmu". Jujur saja saya terkejut, saya tak menyangka ada kawan satu daerah di dalam kelas. Hebatnya, setelah satu minggu perkuliahan di mulai baru saya sadar akan hal ini. Kami pun berkenalan dan menjadi kawan akrab hingga sekarang. Selain itu, kawan karib saya lainnya ada Setya dari sawojajar dan Dipta asal Sampit, Kalteng. Meski Dipta ternyata dari suku jawa juga.
     Waktu berlalu. Kegiatan ospek pun berlanjut selama satu semester dengan nama Krida mahasiswa atau krima. Pada suatu krima, saya terlambat menghadiri ospek karena baru saja datang dari Jakarta. Saya lolos dari hukuman, namun terkena hukuman dari permainan yang dibuat senior. Hukumannya adalah merayu senior cewek yang cukup cantik. Saya mendapat giliran terakhir. Saya ingat betul, gombalan saya waktu itu cukup legendaris .dan diingat. "Kak punya rumah? Kalau iya saya punya tangga, bagaimana kalau kita gabung jadi rumah tangga". Senior cewek seketika terdiam tersipu malu sementara teman-teman seangkatan sontak bersorak dan ribut mendengar gombalan dari saya itu. Sampai-sampai saya dijuluki Raja Gombal dalam beberapa waktu. Senang (atau sial?) rasanya.
      Menjelang akhir semester 1, ada program dari birokrat yang namanya Program Kreativitas Mahasiswa atau biasa disebut PKM. Saya tertarik, dan berusaha mengajak Rohman, Setya plus Dipta. Bro Dipta setuju, Rohman agak ragu dan Setya nggak kayaknya. Namun saya tetap nekat meski gak tau apa itu PKM secara jelas. Pada akhirnya semua setuju dan mengajukan proposal PKM yang diberi judul Jemblem Coklat (Jemblok). Meski lagi-lagi, saya tak tahu apa itu Jemblem. Kami sendiri mengikuti PKM-W yaitu konsentrasi kewirausahaan. Hasilnya ternyata gagal. Nama kelompok kami memang sama sekali tidak masuk dalam daftar penerima dana PKM. Meski begitu, pengalaman ini sangat berharga untuk di semester 2 dimana ada lomba PKM antar maba yang kelak kami ikuti.
       Semester 1 yang indah itu ditutup dengan kegiatan di rindam. Seminggu, kami, angkatan 2011 berada di sana. Diajari wawasan kebangsaan, nasionalisme, kepemimpinan dan lainnya. Beruntung, saya ditempatkan di barak dimana saya satu-satunya yang berasal dari jurusan sendiri. Dengan begitu, kenalan saya menjadi banyak, dan efeknya sampai sekarang saya masih berhubungan baik dengan teman-teman satu barak dulu. Banyak kenangan indah disana. Peristiwa-peristiwa di rindam seharusnya dibuat khusus satu tulisan. Sekian dulu.
   
     

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wawancara dengan Alfa Maqih

Pindah