Petualangan Tak Terduga di Bumi Priangan
Hari Pertama, Belanja
Matahari mulai naik, setelah singgah sebentar di Tasikmalaya kami segera melanjutkan perjalanan menuju destinasi utama kami ke Kota Kembang yaitu Bandung, kota yang terkenal dengan industri kreatif dan dipenuhi oleh orang-orang yang kreatif. Bandung bercuaca sejuk, meski mungkin tak sesejuk dulu. Perjalanan yak terduga dengan rute Bandung-Tasikmalaya ini, memakan waktu sekitar 2-3 jam, entahlah tepatnya aku lupa.
Cuaca di perjalanan cukup panas saat itu. Kami setuju untuk sejenak beristirahat di pom bensin untuk sekedar kencing, minum dan sebagainya. Aku mengambil kesempatan emas ini untuk melakukan ritual pagi nan sakral yaitu buang air besar. Setelah melakukan berbagai pertimbangan, aku memutuskan untuk sekalian manduy (mandi) setelah pup. Usut punya usut, hanya aku yang mandi diantara seluruh personil Mandas.
Tiba-tiba perutku mulai merasakan lapar. Segera kubuka bacang yang kubeli dekat Masjid Raya/Agung Tasikmalaya. Kumakan panganan yang berisi daging itu dengan lahap. Melihat aku menyikat Bacang itu dengan trengginas, rupanya kawan yang lain terbit juga air liurnya. Aku berikanlah Bacang yang tersisa agar dihabiskan saja oleh mereka. Rupanya mereka doyan juga, Bacang itu habis tak bersisa barang secuil pun.
Menjelang tengah hari kami mulai memasuki kota Bandung melalui Tol Pasteur (kalau tidak salah). Rombongan langsung menuju Jl. Sultan Agung, dengan tujuan berbelanja di distro dan outlet yang keren untuk memuaskan hasrat bergaya kami. Padahal banyak yang belum mandi. Tapi tak apa. Teman-teman pun langsung menyerbu distro atau outlet yang mereka mau. Ada yang dapat kemeja, T-Shirt dan lain-lain. Aku sendiri membeli sebuah tas dan T-Shirt diskonan.
Seolah tak puas, kami menuju daerah Cibaduyut yang terkenal itu. Kami pun berpencar, berkeliling mencari kalau ada barang yang pas. Teman ku beruntung dapat sepatu kulit dengan harga yang miring. Disini, harga sepatu bisa ditawar, tidak seperti di mal. Kalau lihai menawar, bisa dapat murah seperti temanku tadi. Banyak sekali industri sepatu disini. Aku membaca di koran kalau pabrik sepatu lebih banyak menyerap tenaga kerja dibanding pabrik otomotif.
Dalam hati aku berharap kawasan distro dan juga industri Cibaduyut.seperti di Bandung juga akan hadir di kota asalku, Banjarmasin. Agar warganya tak hanya menjadi konsumen saja, tapi juga mengambil peran sebagai produsen.
Tak terasa, langit telah berubah warna menjadi jingga. Setelah magrib, kami memutuskan untuk pergi ke mal sebelum menuju Asrama Mahasiswa Kalimantan Selatan Demang Lehman di daerah Dago untuk bermalam. Ada dua pilihan mal, yaitu Cihampelas Walk (Ciwalk) atau Paris Van Java (PVJ). saai itu, Ciwalk menjadi pilihan pertama, sementara PVJ keesokan harinya.
Singkat kata, kami memasuki kawasan Ciwalk. Ternyata, mal ini bukanlah mal yang biasanya kami jumpai. Perbedaannya terletak pada desain bangunan mal. Ciwalk ini memiliki desain outdoor di dalamnya. Jadi, ada sekitar taman yang tentunya asyik buat nongkrong. Sangat keren dan unik!. Salah satu teman kami membeli tas olahraga dan kemudian rombongan bersiap menuju Asrama Demang Lehman.
Aku sudah pernah mengunjungi asrama mahasiswa kalsel di Surabaya dan Jogjakarta, namun asrama Demang Lehman di Bandung ini merupakan asrama dengan ukuran paling besar dan luas. Kalau tidak salah, ada 40 kamar yang melengkapi bangunan ini, benar-benar luar biasa. Setelah meminta izin dan beramah-tamah kepada salah satu pengurus asrama, kami pun bermalam di sana. Dari beliau kami mendapatkan informasi bahwa gubernur kalsel saat ini, Abah Rudy Arifin akan datang mengunjungi asrama Demang Lehman ini beberapa hari lagi. Wah keren ya, coba beliau juga datang ke asrama kami di Malang.
Membersihkan badan dari segala kotoran adalah agenda terakhir kami pada malam itu. Setelah berdoa, kami tertidur pulas, mengkhayalkan keseruan besok: Petualangan di Tangkuban Perahu.
Jagongan di Gunung Penuh Belerang
Ini pertama kalinya aku ke gunung Tangkuban Perahu. Selain karena keindahannya dan juga belerang, gunung ini juga dikenal berkat legenda di balik nya. Tahu kan legenda nya apa? Oke lanjut (Sebenarnya lupa juga)
Pagi, setelah sarapan di sekitar asrama Demang Lehman, kami beranjak menuju Tangkuban Perahu. Cuaca yang enak membuat kami bersemangat. Sesampainya disana, ternyata terdapat semacam pusat suvenir, seperti yang kutemukan di kawasan wisata Borobudur. Kelak, aku juga akan menemuinya di pantai Pangandaran. Kawaan wisata disini (jawa) benar-benar ditata, sehingga mampu membangkitkan perekonomian warga sekitar.
Bau belerang mendominasi ketika menjelajahi Tangkuban Perahu. Sebaiknya, bagi yang tak tahan bau silakan membawa masker ataupun penutup hidung. Makin keatas, pemandangannya makin asyik. Dan diatas sana juga banyak terdapat pedagang yang menawarkan makanan, minuman hangat, minuman ringan dan lain-lain. Aku dan seorang kawan memilih untuk menikmati jagung bakar. Jagung ini berasa spesial karena makannya sambil melihat pemandangan seperti dibawah. Subhanallah!
Tersesat ke Desa Nanjung
Puas menjelajahi dan makan jagung kawasan Tangkuban Perahu, rombongan memutuskan pergi dan beralih menuju kawasan wisata terkenal lainnya di daerah Bandung, yaitu Kawah Putih. Di kemudian hari aku baru mengetahui jika kita berangkat dari Tangkuban Perahu menuju Kawah putih berarti kita mengelilingi Kota Bandung. Hal ini jelas memakan biaya, waktu dan tenaga berlebih. Jadi, kawan-kawan harus bijak dalam mengatur rencana.
Kawah Putih. Aku sendiri belum pernah kesana. Kawan-kawan pun mengandalkan Global Positioning System (GPS) untuk menempuh jalan kesana. Kami pun melakukan perjalanan seperti biasa. Sebagian dari kami tertidur. Jalanan semakin sepi dan sempit. Semakin sedikit rumah yang kami dapati. Aku mulai curiga. Teman-teman yang tertidur mulai siuman. Sepertinya, semuanya sudah mulai menyadari bahwa kami terindikasi tersesat. Namun, rombongan memutuskan untuk terus mengikuti GPS. Kemudian kami melewati sawah, sutet, sungai dan sekumpulan anak-anak. Akhirnya kami melalui suatu desa yang bernama desa Nanjung. Penduduknya agak heran juga melihat kami.
Kami terus mengikuti GPS.
Terus..
Dan terus...
Akhirnya mobil kami berhenti di sebuah pemakaman umum. Buntu.
Pada akhirnya, kami bertanya kepada penduduk lokal dimana sebenarnya Kawah Putih dan dimana sebenarnya jalan utama menuju kesana. Singkat kata, kami langsung menuju ke arah yang ditunjuk oleh penduduk lokal tadi. Tanpa sengaja kami melewati Stadion Si Jalak Harupat, kandang Persib Bandung. Namun, karena hari mulai gelap dan juga kami tak menemukan Kawah Putih, rombongan memutuskan putar balik saja kembali ke kota Bandung.
Hari itu kami memang gagal bertamasya ke Kawah Putih, tapi setidaknya aku mendapat dua pelajaran pada hari itu:
1) Jangan terlalu mengandalkan teknologi. Kita bisa menggunakan mulut kita untuk bertanya bukan?
2) Pada akhirnya, semua kehidupan tiap insan manusia akan berakhir di pemakaman.
Sekian :)
Matahari mulai naik, setelah singgah sebentar di Tasikmalaya kami segera melanjutkan perjalanan menuju destinasi utama kami ke Kota Kembang yaitu Bandung, kota yang terkenal dengan industri kreatif dan dipenuhi oleh orang-orang yang kreatif. Bandung bercuaca sejuk, meski mungkin tak sesejuk dulu. Perjalanan yak terduga dengan rute Bandung-Tasikmalaya ini, memakan waktu sekitar 2-3 jam, entahlah tepatnya aku lupa.
Cuaca di perjalanan cukup panas saat itu. Kami setuju untuk sejenak beristirahat di pom bensin untuk sekedar kencing, minum dan sebagainya. Aku mengambil kesempatan emas ini untuk melakukan ritual pagi nan sakral yaitu buang air besar. Setelah melakukan berbagai pertimbangan, aku memutuskan untuk sekalian manduy (mandi) setelah pup. Usut punya usut, hanya aku yang mandi diantara seluruh personil Mandas.
Tiba-tiba perutku mulai merasakan lapar. Segera kubuka bacang yang kubeli dekat Masjid Raya/Agung Tasikmalaya. Kumakan panganan yang berisi daging itu dengan lahap. Melihat aku menyikat Bacang itu dengan trengginas, rupanya kawan yang lain terbit juga air liurnya. Aku berikanlah Bacang yang tersisa agar dihabiskan saja oleh mereka. Rupanya mereka doyan juga, Bacang itu habis tak bersisa barang secuil pun.
***
Menjelang tengah hari kami mulai memasuki kota Bandung melalui Tol Pasteur (kalau tidak salah). Rombongan langsung menuju Jl. Sultan Agung, dengan tujuan berbelanja di distro dan outlet yang keren untuk memuaskan hasrat bergaya kami. Padahal banyak yang belum mandi. Tapi tak apa. Teman-teman pun langsung menyerbu distro atau outlet yang mereka mau. Ada yang dapat kemeja, T-Shirt dan lain-lain. Aku sendiri membeli sebuah tas dan T-Shirt diskonan.
Seolah tak puas, kami menuju daerah Cibaduyut yang terkenal itu. Kami pun berpencar, berkeliling mencari kalau ada barang yang pas. Teman ku beruntung dapat sepatu kulit dengan harga yang miring. Disini, harga sepatu bisa ditawar, tidak seperti di mal. Kalau lihai menawar, bisa dapat murah seperti temanku tadi. Banyak sekali industri sepatu disini. Aku membaca di koran kalau pabrik sepatu lebih banyak menyerap tenaga kerja dibanding pabrik otomotif.
Dalam hati aku berharap kawasan distro dan juga industri Cibaduyut.seperti di Bandung juga akan hadir di kota asalku, Banjarmasin. Agar warganya tak hanya menjadi konsumen saja, tapi juga mengambil peran sebagai produsen.
Tak terasa, langit telah berubah warna menjadi jingga. Setelah magrib, kami memutuskan untuk pergi ke mal sebelum menuju Asrama Mahasiswa Kalimantan Selatan Demang Lehman di daerah Dago untuk bermalam. Ada dua pilihan mal, yaitu Cihampelas Walk (Ciwalk) atau Paris Van Java (PVJ). saai itu, Ciwalk menjadi pilihan pertama, sementara PVJ keesokan harinya.
Singkat kata, kami memasuki kawasan Ciwalk. Ternyata, mal ini bukanlah mal yang biasanya kami jumpai. Perbedaannya terletak pada desain bangunan mal. Ciwalk ini memiliki desain outdoor di dalamnya. Jadi, ada sekitar taman yang tentunya asyik buat nongkrong. Sangat keren dan unik!. Salah satu teman kami membeli tas olahraga dan kemudian rombongan bersiap menuju Asrama Demang Lehman.
Aku sudah pernah mengunjungi asrama mahasiswa kalsel di Surabaya dan Jogjakarta, namun asrama Demang Lehman di Bandung ini merupakan asrama dengan ukuran paling besar dan luas. Kalau tidak salah, ada 40 kamar yang melengkapi bangunan ini, benar-benar luar biasa. Setelah meminta izin dan beramah-tamah kepada salah satu pengurus asrama, kami pun bermalam di sana. Dari beliau kami mendapatkan informasi bahwa gubernur kalsel saat ini, Abah Rudy Arifin akan datang mengunjungi asrama Demang Lehman ini beberapa hari lagi. Wah keren ya, coba beliau juga datang ke asrama kami di Malang.
Membersihkan badan dari segala kotoran adalah agenda terakhir kami pada malam itu. Setelah berdoa, kami tertidur pulas, mengkhayalkan keseruan besok: Petualangan di Tangkuban Perahu.
***
Ini pertama kalinya aku ke gunung Tangkuban Perahu. Selain karena keindahannya dan juga belerang, gunung ini juga dikenal berkat legenda di balik nya. Tahu kan legenda nya apa? Oke lanjut (Sebenarnya lupa juga)
Pagi, setelah sarapan di sekitar asrama Demang Lehman, kami beranjak menuju Tangkuban Perahu. Cuaca yang enak membuat kami bersemangat. Sesampainya disana, ternyata terdapat semacam pusat suvenir, seperti yang kutemukan di kawasan wisata Borobudur. Kelak, aku juga akan menemuinya di pantai Pangandaran. Kawaan wisata disini (jawa) benar-benar ditata, sehingga mampu membangkitkan perekonomian warga sekitar.
Bau belerang mendominasi ketika menjelajahi Tangkuban Perahu. Sebaiknya, bagi yang tak tahan bau silakan membawa masker ataupun penutup hidung. Makin keatas, pemandangannya makin asyik. Dan diatas sana juga banyak terdapat pedagang yang menawarkan makanan, minuman hangat, minuman ringan dan lain-lain. Aku dan seorang kawan memilih untuk menikmati jagung bakar. Jagung ini berasa spesial karena makannya sambil melihat pemandangan seperti dibawah. Subhanallah!
Tersesat ke Desa Nanjung
Puas menjelajahi dan makan jagung kawasan Tangkuban Perahu, rombongan memutuskan pergi dan beralih menuju kawasan wisata terkenal lainnya di daerah Bandung, yaitu Kawah Putih. Di kemudian hari aku baru mengetahui jika kita berangkat dari Tangkuban Perahu menuju Kawah putih berarti kita mengelilingi Kota Bandung. Hal ini jelas memakan biaya, waktu dan tenaga berlebih. Jadi, kawan-kawan harus bijak dalam mengatur rencana.
Kawah Putih. Aku sendiri belum pernah kesana. Kawan-kawan pun mengandalkan Global Positioning System (GPS) untuk menempuh jalan kesana. Kami pun melakukan perjalanan seperti biasa. Sebagian dari kami tertidur. Jalanan semakin sepi dan sempit. Semakin sedikit rumah yang kami dapati. Aku mulai curiga. Teman-teman yang tertidur mulai siuman. Sepertinya, semuanya sudah mulai menyadari bahwa kami terindikasi tersesat. Namun, rombongan memutuskan untuk terus mengikuti GPS. Kemudian kami melewati sawah, sutet, sungai dan sekumpulan anak-anak. Akhirnya kami melalui suatu desa yang bernama desa Nanjung. Penduduknya agak heran juga melihat kami.
Kami terus mengikuti GPS.
Terus..
Dan terus...
Akhirnya mobil kami berhenti di sebuah pemakaman umum. Buntu.
Pada akhirnya, kami bertanya kepada penduduk lokal dimana sebenarnya Kawah Putih dan dimana sebenarnya jalan utama menuju kesana. Singkat kata, kami langsung menuju ke arah yang ditunjuk oleh penduduk lokal tadi. Tanpa sengaja kami melewati Stadion Si Jalak Harupat, kandang Persib Bandung. Namun, karena hari mulai gelap dan juga kami tak menemukan Kawah Putih, rombongan memutuskan putar balik saja kembali ke kota Bandung.
Hari itu kami memang gagal bertamasya ke Kawah Putih, tapi setidaknya aku mendapat dua pelajaran pada hari itu:
1) Jangan terlalu mengandalkan teknologi. Kita bisa menggunakan mulut kita untuk bertanya bukan?
2) Pada akhirnya, semua kehidupan tiap insan manusia akan berakhir di pemakaman.
Sekian :)
foto-fotonya kurang bro. tapi seru sih, kereenn
BalasHapusThanks bro, emang waktu itu kurang banget fotonya hehe
HapusKalo fotonya banyak pasti lebih menarik nih, lebih bikin bisa berimajinasi heheh
BalasHapusiya nih, minim foto mbak ;|
Hapus